Jumat, 21 Oktober 2011

Agama sebagai organisme

Seorang sahabat yang saya tidak tahu nama sebenarnya dan tidak pernah berjumpa tapi saya yakin cantik rupanya dan lembut hatinya, memperkenalkan saya pada ide-ide dan pandangan seorang Ulil Abshar-Abdalla. Seorang Moslem Liberal yang pernah dikirimi bom buku oleh para penentangnya. Saya sempat meng Google nya dan membaca tulisannya yang berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam”. 

Singkatnya, saya suka sekali dengan ide dan pandangan beliau. Ulil mengumpamakan Islam sebagai organisme yang berkembang dan manusia yang menganutnya sebagai stake holder yang membutuhkan dan seharusnya diuntungkan oleh perkembangan agama tersebut. Perkembangan agama sebagai sebuah organisme harus sesuai dengan perkembangan jaman dan norma-norma kehidupan yang ada pada lingkungan dimana agama itu sedang dikembangkan. Hal ini diperlukan untuk mempermudah pemahaman, penyebaran dan pengamalan akan agama itu sendiri. Saya pikir ini masuk akal dan memang seharusnya dilakukan.

Agama seharusnya membantu manusia untuk menjadi lebih baik, mempererat hubungan manusia satu dengan yang lainnya dan dengan penciptanya dan meningkatkan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat. Agama seharusnya bisa menjadi dasar norma-norma kehidupan manusia dan tolok ukur dari nilai baik dan buruk kemanusiaan. Untuk mencapai semua ini, agama haruslah mudah untuk dimengerti dan dapat di adaptasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Ulil juga memakai istilah “Memonumenkan Agama” dimana agama menjadi sesuatu yang tak boleh disentuh dan disanggah. Hanya bisa dipandang dan dituruti perintahnya, seperti sebuah hubungan yang searah. Tuhan memberikan wahyuNya kepada manusia pasti tidak dengan tujuan untuk membuat manusia menderita, karena sudah menjadi tugas badan wewenang yang lainnya untuk membuat manusia menderita. Adalah aneh kalau agama, yang diyakini sebagai ajaran Tuhan, malah memerintahkan untuk tidak menghargai manusia lain selain manusia yang berpandangan sama. Apa bedanya dengan supporter bola kalau begitu caranya? Semua supporter Persija membenci supporter Persib dan sebaliknya. Bukankah tujuan dari olahraga adalah sportifitas, kesehatan dan persahabatan? Kenapa jadinya malah babak belur, merah, biru, hitam? Sama dengan agama, tujuannya lebih sering keluar dari jalur yang diharapkan, baik karena salah penafsiran ataupun karena memang di belokan untuk kepentingan pribadi.

Pendapat liberal Ulil mengenai agama Islam sebenarnya dapat diterapkan dalam agama lain. Memang sudah sifat manusia untuk malas berubah, sudah sifat manusia untuk tidak mau menerima perubahan tapi bukan berarti kita tidak bisa dan tidak perlu berubah. Seringkali kita terlalu menuhankan Tuhan sehingga lupa bahwa ajaranNya juga perlu diamalkan. Hubungan Tuhan dan umatNya adalah hubungan yang sifatnya pribadi, tapi ajaran Tuhan adalah ajaran yang bersifat sosial karena perlu diamalkan. Karena sifat sosial inilah kita perlu mengadaptasikan ajaran tersebut sesuai dengan perkembangan jaman. Kita harus mengerti bahwa ajaran agama tersebut lahir ribuan tahun yang lalu, dimana keadaan bermasyarakat jauh berbeda dari sekarang. Apakah sekarang ini anda mau hidup dengan norma dan istiadat yang ada ribuan tahun yang lalu? Agama harus menolong umat manusia untuk berkembang bukan malah menghambat, dan ini berlaku untuk semua agama.

Saya mengerti untuk setiap ide atau opini pasti ada yang menentang dan saya menghargai itu. Saya juga mengerti bahwa untuk setiap gagasan pasti ada nilai positif dan negatifnya, jadi kita harus dapat memilahnya. Saya mengakui mungkin tidak ada sama sekali sumbangan saya terhadap agama yang saya peluk tapi saya juga mengakui bahwa saya berusaha untuk, setidaknya, tidak menjatuhkan citra agama yang saya peluk. Bagaimana menurut anda, haruskah saya mengirim bom buku untuk membela agama saya yang tidak perlu dibela?

Yang saya tidak mengerti dan mungkin tidak akan bisa mengerti ya masalah bom buku itu. Kalau memang ide Ulil salah, debatlah. Bom hanya menunjukan seperti apa sifat anda, yang sayangnya, juga mewakili agama anda. Tidak sadarkah anda bahwa anda tidak membuat citra agama anda jadi lebih baik?

2 komentar:

  1. Hahaha... kasian banget ya, dibandingkan dengan suporter bola.

    [KUTIP]
    Seringkali kita terlalu menuhankan Tuhan sehingga lupa bahwa ajaranNya juga perlu diamalkan.
    ---
    Ya sih, kalau dari sudut pandang yang diambil Mas Asu.

    Kalau menurut saya justru kebalik, justru orang2 banyak yang 'mengamalkan ajaran-Nya secara total' (tanpa mau tau apakah ajaran tersebut benar/ga dari-Nya), tapi lupa berusaha menghayati dan mengenal Tuhan dalam kehidupan mereka pribadi (non-ajaran).

    Jadi ajaran lebih dipentingkan dari Tuhan itu sendiri. Menurut saya, ekstrimnya sih yang kayak gini ini justru menomorduakan Tuhan.

    [KUTIP]
    Saya mengakui mungkin tidak ada sama sekali sumbangan saya terhadap agama yang saya peluk...
    ---

    Ini dia. Dari dulu saya suka bingung, kalo ada anak yang lahir, banyak yang doanya: "Semoga anak ini berguna bagi nusa, bangsa, dan agama."

    Kenapa agama harus diperjuangkan? Agama seharusnya dimengerti, direfleksi. Kalau peduli pada agama, agama bisa dipelajari. Nilai2 positifnya diamalkan. Tapi bukan diperjuangkan, apalagi dibela. Bingung saya, ngapain sih membela agama?

    [KUTIP]
    Tidak sadarkah anda bahwa anda tidak membuat citra agama anda jadi lebih baik?
    ---

    Ini gampang dimengerti Mas. Banyak orang-orang beragama kan, nggak kayak SBY. Mereka nggak perlu pencitraan, karena yang utama adalah "loyal total terhadap agama". Konsep loyal buat saya sih bagus-bagus saja. Tapi kalau loyalnya justru melupakan sifat Tuhan yang jauh lebih positif dan nyata dari ajaran-ajaran tersebut, jadinya ya itu, loyal pada ajaran agama, tapi tidak pada Tuhan.

    Apalagi pencitraan, boro-boro dilaksanain. Dipikirin aja nggak. Yang penting patuh.

    BalasHapus
  2. Wah lama enggak muncul.

    Menurut saya yg pengamalan yang seperti itu bukan pengamalan karena dilakukan tanpa dipikirkan lebih dulu.

    Sumbangan yg saya maksud tidak dalam bentuk pembelaan. Saya setuju agama tidak perlu dibela. Sumbangan yg saya maksud lebih pada sesuatu seperti aktif di kegiatan gereja, pembinaan, atau kerja sosial lainnya. Rasanya sedikit sekali yang saya sudah lakukan padahal seharusnya bisa lebih dari itu.

    Saya memang tidak perlu pencitraan, tapi bukan berarti saya boleh menurunkan citra agama saya kan? Memang balik lagi ke manusianya, yang seringkali tidak berpikir panjang.

    BalasHapus