Jumat, 23 September 2011

Green Spot


Ini kisah nyata yang saya sendiri tidak tahu kenapa saya tidak bisa melupakannya, padahal saya baru berumur sekitar 7-8 tahun waktu itu.

Once in a while, kita sekeluarga pergi makan keluar setelah selesai misa Sabtu sore. Sabtu itu kita pergi ke Blok-M untuk makan ayam kalasan di salah satu warung-warung tenda disana. Tempatnya seadanya seperti kebanyakan warung tenda pada jaman itu. Kita sampai disana sekitar jam 7 malam, pas jam makan malam. Warungnya ramai jadi kita musti antri agak lama. Perut semakin lapar apalagi didepan saya terlihat orang-orang yg sudah mendapatkan meja, makan dengan lahapnya.

Akhirnya setelah menunggu lama, giliran kita pun tiba. Mas yang melayani memberitahu kalau sudah ada meja kosong tapi belum dibersihkan. Kita langsung berjalan menghampiri meja yg dimaksud dan berdiri dsampingnya, takut nanti diserobot orang lain. Di depan saya tampak satu meja yg masih penuh dengan piring dan gelas kotor juga beberapa botol minuman. Diantara botol-botol tersebut saya melihat sebotol Green Spot, masih terisi setengahnya.  Perut lapar, tidak sabar, pasti saya semapat memaki dalam hati kenapa membersihkan mejanya lama sekali.

Tiba-tiba ada dua orang anak kecil, umurnya di bawah saya, adu cepat lari masuk dari arah sudut tenda yang terbuka. Saya tidak memperhatikan kalau mereka dari tadi mengintip dari balik kain tenda yg dijadikan pembatas. Anak yang perempuan, yang kelihatannya lebih kecil dari yang laki-laki, berlari lebih cepat ke arah meja yang belum dibersihkan tersebut, sambil berteriak “Adek liat duluan, abang enggak boleh begitu!” dan dengan cepat mengambil botol Green Spot tersebut dan menuangnya ke dalam mangkok kaleng di tangannya. Sang abang mengalah dan membiarkan adiknya meminum Green Spot tersebut sambil berjalan keluar tenda dengan wajah puas sekali. Tiba-tiba saya tidak merasa lapar lagi, dan benar-benar tidak bisa makan sampai mama pikir saya sakit. Bayangan wajah anak perempuan itu tidak pernah hilang sampai sekarang. Wajah yang begitu puas dengan semangkuk Green Spot sisa. Saya masih sempat melihat mereka berjongkok di luar warung dan ketika sang adik menuangkan sebagian sisi Green Spot tersebut ke mangkuk abangnya.

Kita, manusia, seringkali lupa bersyukur dengan apa yang kita miliki karena kita terlalu sering melihat ke “atas”. Kita melihat tetangga sebelah punya rumah yang lebih besar dan lebih bagus dari rumah kita. Kita melihat teman kerja kita pakai baju branded yang harganya jutaan sedangkan kita cuman pakai baju yang harganya ratusan ribu. Kita melihat hidup kita seandainya kita punya uang lebih banyak dari sekarang sedangkan kehidupan yang sekarang pun bukan kehidupan orang miskin. Seperti saya melihat orang-orang yang dengan nikmatnya makan ayam kalasan sementara saya sedang menunggu meja. Jarang kita menyadari bahwa sebagian orang mungkin hanya bisa bermimpi untuk suatu hari memiliki apa yang kita miliki. Kita jarang dengan sadar dan rela bersyukur atas apa yang telah kita terima dan miliki. Untuk kedua anak kecil itu, jangankan sepotong ayam kalasan, setengah botol Green Spot sisa saja sudah merupakan rahmat bagi mereka.

7 komentar:

  1. Saya belum baca tulisan yang lain, tapi yang jelas saya suka sekali tulisan ini. Tulisan ini writing-style-nya nyerempet2 kayak traktor (kalo TL lagi nulis 'Kisah'), tapi yang ini lebih 'lembut', sedikit banyak jadi lebih mirip dengan writing-style saya.

    1. It really reminds me about 'Green Spot'. Buset dah lama banget tuh minuman ya. Kelihatannya sudah ga produksi ya?

    2. Ah... anak2 rebutan Green Spot. Kebetulan Mas Asu dapat pengalaman itu waktu Mas Asu kecil. Kalau saya, sering sekali menemukan kasus seperti di atas, di food court tempat saya sering nongkrong. Bedanya cuma di objeknya. Teh Botol sisa, makanan sisa para pembeli yang ada di meja.... juga menjadi santapan para pegawai food court. Yang paling jadi favorit adalah French Fries sisa. Di cafe juga saya pernah liat, pemakanan makanan sisa oleh pegawai cafe. Tidak ada rasa jijik sama sekali. So?

    Kesimpulan:
    a. Kemiskinan masih ada, dari puluhan tahun yang lalu hingga sekarang.
    b. Kalau dulu mungkin gelandangan yang miskin, sekarang pegawai foodcourt pun miskinnya (nyaris) seperti gelandangan.
    c. Setuju... memang kita sering lupa bersyukur. Tapi selain bersyukur, mungkin memang perlu promo zakat di atas 2,5 kg seperti yang selalu digembar-gemborkan Mbak Est... hihihi.

    BalasHapus
  2. Terima kasih Mbak Gina sudah mampir di blog premature ini ;p.

    Saya sering lihat kasus yang sama, tapi kasus Green Spot ini yang enggak pernah hilang dari kepala. Saya juga enggak tau kenapa saya bisa ingat, padahal saya masih kecil waktu itu.

    Saya tidak berusaha meniru gayanya Bang Traktor tapi saya sering baca postingannya jadi bukan tidak mungkin gayanya melekat di saya seperti Green Spot. Untuk itu saya berterima kasih sama Bang Traktor.

    BalasHapus
  3. Sering kali saya memperhatikan, jika kami bertiga makan di KFC/McDee/CFC atau food cort lainnya. Suka ada orang yg sdh tua, melihat berkeliling dengan matanya, menantikan orang selesai makan, mencari sisa makanan. Sisa kentang goreng, daging ayam, nasi sisa. Miris. Begitu dhasyatnya tekanan hidup ini.

    BalasHapus
  4. Mbok beliin satu porsi buat dia Mbak Kunti... hehe.

    BalasHapus
  5. by the way...

    http://id.berita.yahoo.com/wujud-empati-bagi-warga-somalia-restoran-di-arab-084958202.html

    Kalo hal di link di atas diterapkan, kemungkinan besar tidak ada Green Spot sisa, french fries sisa, atau sisa-sisa lainnya....

    BalasHapus
  6. Waktu saya kerja di burger joint saya pernah tanya, kenapa makanan yang tidak terjual dibuang padahal masih layak untuk dimakan. Burger cuman boleh nganggur selama 15 menit trus dibuang. Managernya cuman bilang takut di sue orang. Berbuat baik belum tentu menghasilkan buah yang baik.

    Saya pernah ikut charity run, 5K, buat cancer research. I am proud to be part of this karena kita ngumpulin 50 ribu buat di sumbangin. Semua yg lari dikasih makan, donation dari restoran lokal. Cuman, kita musti sign waiver dulu, janji enggak akan nge sue. Hukum jadi two edged sword.

    BalasHapus
  7. Mba Gin..
    Sometimes kepikiran untuk beliin, dibungkus baik-baik. Cuma insting berdasarkan pengalaman dan besarnya suudzon saya pada yg begitu2. Begitu kita muncul lagi, eh jadi bahan penantian. Saya pernah ngasih uang ke penyanyi (yg suka ngamen), waktu itu nilai naik angkot adl 50 rupiah untuk jarak Daan Mogot ke Blok M. Masih kecil saya, SMA-an. Eh, dengan gagahnya si pengamen bilang, uangnya buat adik saja sambil mengembalikan 50 perak saya. Sejak itu jangan harap saya mau ngasih2 lagi ke pengamen, sampai sekarang. (kadang2 ngasih juga sih). Lebih baik lsg ke panti2 jompo, ke rumah nenek2 yg sendirian yg kelihatan susah. Seringnya lsg ke panti2 jompo.

    BalasHapus